Oleh : Muhammad Kosim
Terbit di: Padang Ekspres • Selasa, 14/05/2013
Rencana penerapan
Kurikulum 2013 pada sekolah menimbulkan kegalauan bagi guru-guru Mata
Pelajaran Muatan Lokal (Mulok) Pendidikan Al-Quran dan guru Pendidikan
Agama Islam (PAI) di Sumatera Barat. Banyak yang bertanya-tanya,
bagaimanakah keberadaan Mulok Pendidikan Al-Quran dalam Kurikulum 2013,
dilanjutkan atau dihapuskan?
Kegalauan itu muncul ketika membaca
Struktur Kurikulum 2013 yang menyederhanakan jumlah mata pelajaran,
tetapi menambah jumlah jam pelajaran. Salah satu bentuk penyederhanaan
itu adalah tidak lagi ditemukan mata pelajaran muatan lokal yang
sepenuhnya disusun oleh pemerintah daerah.
Tetapi, konten muatan lokal hanya menjadi
bagian dari mata pelajaran 1) Seni Budaya dan Prakarya serta 2)
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, di tingkat SD; mata
pelajaran: 1) Seni Budaya, 2) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan, serta 3) Prakarya di tingkat SMP, dimana sebagian kontennya
dikembangkan oleh pusat dan sebagian lain dikembangkan oleh pemerintah
daerah. Sedangkan di tingkat SMA tidak ada lagi konten yang
dikembangkan pemerintah daerah.
Jadi, dalam struktur kurikulum 2013, tidak
lagi ditemukan mata pelajaran muatan lokal yang berdiri sendiri yang
sepenuhnya dikembangkan oleh pemerintah daerah sehingga Pendidikan
Al-Quran terancam akan dihapuskan.
Sebab konten/materi pendidikan Al-Quran
sepenuhnya disusun oleh pemerintah daerah. Hal itu dilakukan sejak T.P.
2008/2009 pasca-lahirnya Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2007
tentang Pendidikan Al-Quran. Lalu dilanjutkan dengan lahirnya Peraturan
Gubernur (Pergub) No. 70 Tahun 2010 tentang Kurikulum Pendidikan
al-Qur’an dan Pergub No. 71 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pendidikan al-Qur’an pada Sekolah di Sumatera Barat.
Bahkan Mulok ini sudah diterapkan sejak
tahun 1994 dengan nama “Baca Tulis Al-Quran” untuk tingkat SD, dan pada
tahun 2007 berganti nama dengan “Pemahaman Pengamalan Al-Quran Hadis
(PPQH)” untuk SD dan SMP.
Jika mulok ini dihapuskan, maka filosofi
Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) akan sulit
diimplementasikan. Nasib Perda dan Pergub di atas pun akan berakhir dan
menjadi sejarah berharga yang ditinggalkan.
Di satu sisi, dalam kurikulum 2013, jumlah
tatap muka PAI memang bertambah, biasanya hanya 2 jam tatap muka (JTM),
tetapi di tingkat SD menjadi 4 JTM, SMP dan SMA/SMK menjadi 3 JTM.
Akan tetapi, materi Al-Quran dalam PAI hanya satu aspek di antara
aspek-aspek lainnya, seperti Aqidah, Ibadah, Akhlak, dan Tarikh Islam.
Bahkan, jika diperhatikan Kompetensi Dasar
(KD) yang ditawarkan, hanya sedikit sekali KD yang fokus belajar
membaca Al-Quran pada tingkat SD. Padahal materi Mulok Pendidikan
Al-Quran tingkat SD yang banyak memuat materi belajar membaca Al-Quran,
khususnya kelas I s.d. III saja, guru-guru masih merasa kesulitan untuk
mendidik siswanya agar mampu membaca ayat-ayat Al-Quran secara tartil
(sesuai ilmu tajwid).
Begitu pula di tingkat SMP, tidak lagi
ditemukan KD yang membahas secara khusus tentang ilmu tajwid. Padahal
pada kurikulum 2006, terdapat beberapa SK dan KD yang membahas ilmu
tajwid, seperti Mad wal Qashar, Ahkamul Huruf (Nun Mati, Mim Mati, Ra
Tarqiq dan Tafkhim, serta Waqaf).
Mempelajari ilmu tajwid ini sangat penting,
bukan teoritisnya, tetapi praktiknya. Bagaimana mungkin siswa akan
mampu mempraktikkan bacaan yang sesuai dengan ilmu tajwid jika tidak
dipelajari hukum-hukum tajwid itu sendiri? Pada Mulok Pendidikan
Al-Quran, kajian ilmu tajwid tersebut menjadi salah satu materi yang
disajikan, di samping aspek menerjemahkan, menghafal, memahami isi dan
mengamalkan ayat-ayat Al-Quran.
Di tingkat SMP, misalnya, Mulok Pendidikan
Al-Quran menyajikan materi ilmu tajwid, mulai dari Makharijul Huruf,
Shifatul Huruf, Ahkamul Huruf, Mad wal Qashar, Waqaf wal Ibtida’ hingga
pada persoalan musykilat.
Jika diharapkan mereka belajar al-Qur’an di
lembaga nonformal, seperti surau/mushalla/masjid, tampaknya di beberapa
daerah, sudah banyak pula siswa yang tak lagi belajar di sana. Jika pun
masih ada yang belajar, hanya sekadar belajar membaca. Itu pun umumnya
hanya tingkat SD, sementara siswa SMP dan SMA/SMK, siswa tersebut tidak
lagi menjadi murid di surau untuk mempelajari Al-Quran.
Kondisi ini menimbulkan pameo di kalangan
guru agama “Siswa SD lebih lancar baca Al-Quran dibandingkan siswa SMP
dan SMA”, kenapa? Karena tingkat SD, mereka masih rajin ke surau membaca
ayat-ayat Al-Quran, tetapi tingkat SMP dan SMA mereka tak lagi
menyentuh Al-Quran. Ironis memang.
Lagi-lagi, jika Mulok Pendidikan Al-Quran
ini dihapuskan, maka suatu kerugian yang amat besar bagi masyarakat
Sumatera Barat yang setiap orang tua muslim pasti menginginkan anaknya
bisa dan terbiasa membaca Al-Quran secara tartil di rumah, hafal
beberapa ayat di antaranya, mengerti maksud dan maknanya serta mampu
mengamalkannya.
Menanggapi hal itu, Pemerintah Daerah
Propinsi Sumatera Barat perlu mengambil sikap dengan mengeluarkan
kebijakan yang menetapkan agar Mulok Pendidikan Al-Quran tetap
dilanjutkan dan dikembangkan di SD, SMP, SMA dan SMK. Kebijakan
tersebut dilengkapi dengan aturan yang jelas dan mendapat persetujuan
dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan upaya seperti itu,
maka guru Mulok Pendidikan Al-Quran pun diakui sebagai tugas pokoknya
sehingga tidak terkendala pada Sertifikasi, termasuk guru PAI yang juga
berhak untuk mengajarkannya.
Apalagi jika diperhatikan dalam Kompetensi
Dasar Kurikulum 2013 yang diedarkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, ada peluang sekolah untuk menambah jam pelajaran. Seperti
pada tingkat SD dan SMP, disebutkan bahwa “Satuan pendidikan dapat
menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan peserta
didik pada satuan pendidikan tersebut.”
Pernyataan ini memberi peluang kepada
sekolah yang dikelola oleh pemerintah daerah untuk menambah jam
pelajaran. Dalam hal ini, penambahan itu bisa dilakukan dengan
menerapkan Mata Pelajaran Pendidikan Al-Quran sebagai bagian dari PAI,
sebagaimana yang telah disusun konten/materinya pada Pergub No. 70
Tahun 2010.
Disebutkan pula bahwa penambahan itu
berdasarkan kebutuhan peserta didik. Pendidikan Al-Quran tentu menjadi
kebutuhan paling esensial bagi peserta didik yang beragama Islam.
Apalagi untuk daerah Sumatera Barat yang mayoritas muslim dengan
filosofi ABS-SBK, sangat memungkinkan untuk menerapkan dan
mengembangkan Pendidikan al-Qur’an tersebut.
Demikian pula dalam menyukseskan program
“Pendidikan Karakter,” Pendidikan Al-Quran sejatinya menjadi pilar
utama untuk membangun dan mendidik karakter peserta didik yang beragama
Islam. Sebab, dalam perspektif Islam, kata yang lebih tepat dan lebih
mendalam maknanya adalah “akhlak”. Kata “akhlak” seakar kata dengan
“khalik” dan “makhluk”. Dengan begitu, manusia sebagai makhluk mesti
berakhlak sesuai tuntunan khalik.
Sementara akhlak yang paling ideal
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika A’isyah ditanya tentang
potret akhlak Rasulullah, ia menjawab: “Kana Khuluquhu al-Qur’an”, akhlak
Nabi Muhammad SAW adalah Al-Quran. Jadi, mustahil pula akan terbentuk
akhlak Islami bagi peserta didik jika tidak peduli terhadap Al-Quran.
Itu artinya, Mulok Pendidikan Al-Quran diharapkan menjadi salah satu
upaya untuk mendidik akhlak peserta didik seperti yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW tersebut.
Jika semua masyarakat muslim Sumatera Barat
sepakat dan menyadari pentingnya mendidik anak dengan ayat-ayat
Al-Quran—di samping ilmu-ilmu lainya—maka saatnya kita bersuara agar
Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat segera mengambil kebijakan dan
keputusan yang tegas secara tertulis untuk tetap menerapkan Mulok
Pendidikan Al-Quran di sekolah. Dalam hal ini, perlu pula dukungan dari
berbagai unsur masyarakat yang terkait, seperti MUI, DPRD, LKAAM, dan
Dewan Pendidikan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Begitu
pula perguruan tinggi, seperti IAIN, STAIN dan STAIPIQ diharapkan turut
bersuara dan mendukung keinginan mulia ini.
Tidak saja membuat aturan melanjutkan
penerapan Mulok Pendidikan Al-Quran di sekolah, perlu pula ketegasan
kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota serta kepala sekolah
yang selama ini masih ada yang kurang memberikan dukungan terhadap
Pendidikan Al-Quran.
Perlu dicatat, aset terbesar umat Islam itu
ada di sekolah umum. Karena itu selamatkan mereka dengan Al-Quran, jika
kita ingin anak kemanakan kita di kemudian hari tampil menjadi generasi
dan pemimpin yang shaleh, cerdas dan bertanggung jawab.
Semoga perjuangan ini dimudahkan oleh
Allah SWT dan senantiasa berada dalam ridha-Nya serta kita tidak
termasuk orang-orang yang disinggung dalam firman-Nya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? (Qs. Muhammad/47: 24), Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan”. (Qs. Furqan/25: 30). Wallahu a’lam. (*)
2 komentar:
Da, ado data tentang evaluasi pelaksanaan Pendidikan Alquran di Sumatera Barat ??
Belum ada, perlu penelitian tuh...
Posting Komentar