Senin, Oktober 12, 2015

Doa untuk Negeri



Oleh: Muhammad Kosim
(Terbit di Harian Umum Singgalang, 2 Oktober 2015)



Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian... (Qs. Albaqarah/2: 126)
Ayat di atas menggambarkan salah satu doa Nabi Ibrahim As agar negeri yang tandus, kering tanpa pepohonan yang ditempati oleh anak istri dan keturunannya menjadi negeri yang aman sentosa (bebas dari berbagai kerusakan dan bencana, aman, tenteram dan sejahtera), berlimpah rezeki dan diridhai Allah SWT. Itulah negeri yang kita kenal hari ini sebagai Makkah al-Mukarramah.
Doa itu diijabah oleh Allah SWT. Mekah sebagai kota yang dirindukan. Meski tetap dengan wajah tandus dengan hamparan bongkahan batu-batu besar, tetapi Mekah menjadi negeri yang tak pernah sunyi sesaat pun dari ziarah umat Islam dari seantero dunia. Lautan manusia yang tawaf di sekeliling Ka’bah, terutama di musim haji, tetap dalam kondisi aman dan menghasilkan rezeki yang berlimpah bagi penduduk Mekah. 
Lalu bagaimana dengan kondisi bangsa kita, negara Indonesia? Sudahkah bangsa Indonesia yang dihuni oleh mayoritas umat Islam yang selalu bersalawat kepada Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim ini mampu mewujudkan negeri yang aman sentosa dengan limpahan rezeki dan ridha Allah?

Baco Tokhus....

Selasa, Mei 12, 2015

Pemikiran Pendidikan Islam Inyiak Canduang



GAGASAN SYEKH SULAIMAN AL-RASULI
TENTANG PENDIDIKAN ISLAM DAN PENERAPANNYA PADA
MADRASAH TARBIYAH ISLAMIYAH DI SUMATERA BARAT
Oleh: Muhammad Kosim

(Terbit Jurnal Pendidikan Islam ”at-Tarbiyah” Volume V Nomor 2, Juli 2014, 
PPs. IAIN IB Padang)


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Syekh Sulaiman al-Rasuli, juga dikenal dengan sebutan Inyiak Canduang, merupakan ulama Minangkabau terkemuka di kalangan kaum tua yang berperan aktif dalam mempertahankan I’tiqad Ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah dan berpegang pada Mazhab Syafi’i; suatu pemahaman yang banyak hal bertentangan dengan ulama kaum muda. Ketika kaum muda melakukan perubahan sistem pendidikan dari halaqah menjadi klasikal, sementara ulama kaum tua lainnya masih mempertahankan sistem pendidikan halaqah di surau, Syekh Sulaiman justru merestui perubahan tersebut, atas dorongan ulama senior yang juga sahabatnya, Syekh Abbas Qadhi Ladang Lawas tahun 1926 (Bahruddin Rusli, 1978: 33).
Dua tahun kemudian, 1928, langkah Syekh Sulaiman al-Rasuli diikuti oleh ulama sepaham dengannya, seperti Syekh Abdul Wahid al-Shalihi Tabek Gadang di Payakumbuh, Syekh Muhammad Jamil Jaho di Padang Panjang, Syekh Arifin di Batu Hampar Payakumbuh, dan lain-lain (Chairusdi, 1999: 50-51). Dalam pertemuan di tahun tersebut, lahirlah Persatuan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (PMTI) sebagai organisasi yang bertanggung jawab untuk membina, memperjuangkan, dan mengembangkan MTI-MTI yang ada. Perkembangan selanjutnya, PMTI tidak hanya sebagai organisasi yang mengurus madrasah an sich, akan tetapi mampu mempersatukan dan menghimpun segenap ulama tradisional dan bergerak di bidang sosial lainnya. PMTI pun berubah menjadi PTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) di tahun 1930 dan singkatannya diubah lagi menjadi PERTI sekitar tahun 1937 (Majalah Soearti No. 8 Th. I/Januari 1938 M).

Baco Tokhus....