Rabu, Agustus 13, 2008

SHALAT HADIAH ISTIMEWA ISRA' MI'RAJ

Oleh: Muhammad Kosim LA

Israk Mikraj merupakan peristiwa yang amat luas biasa dianugerahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh peristiwa sebelumnya dimana Rasulullah SAW mendapat musibah berupa kematian dua orang yang amat ia cintai, yaitu istri yang sangat ia cintai, Khadijah, yang berperan besar dalam mensyiarkan ajaran Islam. Begitu pula paman yang mengasuhnya sejak kecil dan selalu melindungi keselamatannya juga meninggal dunia, malah mati dalam keadaan tidak muslim. Dari dua musibah di atas, sejarah menyebut tahun ini dengan ‘ammul hazan atau tahun duka cita.

Dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya, Allah “menghibur” nabi Muhammad SAW dengan perjalanan yang spektakuler sekaligus menunjukkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah kepadanya. Perjalanan itu dikenal dengan peristiwa Israk Mikraj. Israk adalah perjalanan horizontal dari Masjid al-Haram di Mekah menuju Masjid al-Aqsha di Palestina. Sedangkan Mikraj adalah perjalanan vertikal (naik) dari masjid al-Aqsha ke langit yang ke tujuh lalu menuju Sidratul Muntaha dan di tempat ini ia menjadi tamu istimewa Allah. Peristiwa ini hanya terjadi dalam waktu yang amat singkat, malah kurang dari satu malam. Dengan begitu peristiwa ini sangat menakjubkan sehingga Allah mengisahkan dan mengabadikan peristiwa ini dalam al-Qur’an dan memulainya dengan kata Subhana.

Firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Isra’/17 ayat 1: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Oleh karena itu, peristiwa Israk Mikraj juga menjadi ujian bagi umat Islam; apakah akal mereka tunduk kepada wahyu Allah, atau malah iman mereka tunduk kepada akal? Sebab secara empiris, akal sulit memahami kebenaran peristiwa Israk Mikraj. Sebaliknya, bagi mereka yang menggunakan akal secara komprehensif, jelas akan tunduk kepada wahyu Allah sebagai Tuhan yang Maha Ghaib dan berkuasa atas segala sesuatu. Israk Mikraj merupakan peristiwa yang sangat mudah bagi Allah karena jagad raya ini adalah hasil ciptaan dan milik-Nya secara mutlak. Tegasnya, Israk Mikraj menjadi ujian sekaligus sebagai bukti dari kekuasaan-Nya sehingga akan memperkuat keimanan umat Muhammad.

Selain dari peristiwa yang menakjubkan dan memperlihatkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya, Allah juga memberikan hadiah atau hadiah istimewa kepada nabi Muhammad SAW beserta umatnya. Hadiah istimewa itu adalah shalat.

Disebut hadiah istimewa karena shalat mengandung hikmah yang amat luar biasa bagi orang-orang yang mendirikannya. Shalat menjadi ibadah yang teristimewa jika dibandingkan dengan ibadah lainnya. Sebab, ibadah selain shalat diterima oleh nabi di planet bumi ini, sementara ibadah shalat diterima oleh nabi di sidhratul muntaha.

Jika ditelusuri lebih jauh lagi, shalat memang mengandung banyak manfaat. Bahkan para ahli di berbagai bidang keilmuan, seperti fiqh, psikologi, kesehatan, filsafat, dan sebagainya tidak pernah habis-habisnya melakukan kajian tentang urgensi dan manfaat shalat dalam kehidupan.

Urgensi dan peran shalat juga banyak diajarkan oleh nabi Muhammad SAW secara tegas dan jelas melalui hadisnya. Salah satu di antaranya adalah nabi menyebut shalat laksana tiang dalam agama. Sabdanya: Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikannya berarti ia telah mendirikan agama. Sebaliknya, bagi siapa yang meninggalkannya maka ia telah meruntuhkan agama. (H.R. Baihaqi dan Ibnu Umar).

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis lain bahwa shalat adalah salah satu dari empat rukun Islam lainnya, yaitu syahadat, zakat, puasa dan haji. Ibarat sebuah bangunan, syahadat adalah pondasinya, shalat sebagai tiangnya, zakat sebagai pintu dan jendelanya, haji sebagai atapnya, sedangkan puasa laksana dindingnya. Dengan demikian, shalat berperan penting dalam bangunan agama Islam itu sendiri.

Saya masih ingat apa yang pernah dianalogikan oleh guru mengaji Saya ketika di Madrasah Ibtidaiyah tempo dulu. Ketika itu ia mengumpamakan kelima jarinya dengan rukun Islam; jempol ibarat syahadat, telunjuk ibarat shalat, jari tengah ibarat zakat, jari manis laksana puasa, dan kelingking sebagai haji. Kemudian kelima jari itu memegang erat sebauh kotak yang ia umpamakan sebagai agama lalu ia angkat tinggi-tinggi. Secara perlahan guru itu membuka jarinya satu persatu. Ketika jari kelingking terlepas atau tidak lagi memegang kotak itu, maka kotak itu masih tetap bisa melekat di tangan sang guru. Lalu jari manis ia lepaskan, kotak itu masih utuh, begitu pula jari tengah tak lagi memegang kotak, namun kotak itu masih melengket di jari telunjuk dan jari jempol.

Kemudian sang guru menyebutkan, “bagaimana jika jari telunjuk ini dilepaskan?” secara perlahan ia buka jari telunjuknya sehingga kotak itu pun jatuh karena tidak bisa menempel hanya kepada satu jari jempol yang tadinya ia umpamakan sebagai syahadat. Dengan demikian, ketika haji tidak dilaksanakan oleh seorang muslim karena tidak mampu, maka keislamannya masih utuh. Jika seorang muslim tidak menunaikan puasa karena tidak mampu juga tidak akan menggugurkan keislamannya. Begitu pula ketika seorang muslim tidak dibayar zakat karena miskin, maka keislamannya masih dapat berdiri. Namun ketika shalat ditinggalkan, meskipun ia telah menyatakan keislamannya dengan syahadat, tetapi pada hakekatnya keislamannya telah runtuh.

Dengan demikian, tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat. Meskipun kaum hawa dilarang shalat ketika dalam keadaan tidak suci, tetapi larangan itu hanyalah sesaat. Setelah kondisi fisiknya suci dari kotoran yang menyebabkannya tidak shalat, seperti haidh dan nifas, maka perintah shalat mesti ia dirikan. Apalagi kaum laki-laki, tidak ada satu pun alasan yang dapat mengingkari perintah shalat. Jika dalam perjalanan boleh melaksanakannya dengan cara jamak atau qashar. Jika sakit dan tidak sanggup berdiri, lakukan dengan duduk. Jika tidak sanggup duduk, berbaringlah, lakukan dengan isyarat tangan, jika tidak dengan hati, jika tidak pasti sudah mati.

Selain dari perannya sebagai tiang dalam agama, shalat juga dapat menghindarkan manusia dari perbuatan yang keji dan mungkar. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya: ...dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Ankabut/29: 45).

Gerakan shalat yang disyariatkan dan hakikat yang terkandung di dalamnya, jika kita renungkan mengajarkan dan mendidik kita agar tetap komitmen dan konsisten untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Jika seseorang melaksanakan shalat dengan memenuhi rukun dan syaratnya, tetapi ia masih melakukan perbuatan yang keji dan mungkar, maka sesungguhnya ia telah gagal dalam shalatnya. Sebaliknya, seseorang yang berupaya menghindarkan diri dari perbuatan keji dan mungkar tetapi meninggalkan shalat, maka pada hakikatnya amal kebajikannya hanyala sia-sia.

Keistimewaan shalat lainnya adalah dapat menjadikan seorang mushalli dapat meraih kebahagiaan spiritual. Sebab shalat merupakan salah satu media untuk mengingat Allah (dzikir). Allah menegaskan: ...dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (Qs. Thaha/20: 14) Sementara dalam ayat lain dijelaskan bahwa dengan dzikir seseorang akan meraih ketenangan dan ketenteraman hati. Firman-Nya: Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Qs. Ar-Ra’du/13: 28).

Karena itu pula, Rasulullah SAW menyebutkan: ashshalatu mi’rajul mukminin, shalat adalah mikrajnya orang-orang yang beriman. Dengan begitu shalat tidak hanya menjadi hadiah istimewa yang diterima dan dinikmati oleh nabi Muhammad SAW saja, tetapi shalat juga menjadi hadiah dan harus dinikmati setiap umat Muhammad yang ingin selamat dalam kehidupan dunia maupun di akhirat.

Tidak ada komentar: