Jumat, Juli 31, 2009

MENGGAGAS PENDIDIKAN BERBASIS SURAU

Oleh: Muhammad Kosim, MA

Surau merupakan salah satu karya arsitektur tradisional Minangkabau yang memiliki multifungsi, salah satu di antaranya adalah sebagai lembaga pendidikan Islam. Dalam sejarahnya, surau telah menunjukkan peran yang amat penting dalam mendidik sikap keberagamaan masyarakat Minangkabau. Surau juga memberikan kontribusi yang amat besar terhadap pembangunan masyarakat Sumatera Barat, bahkan terhadap bangsa Indonesia secara nasional. Namun, pendidikan surau kerap kali menjadi romantisme sejarah sebab fungsi itu semakin redup seiring dengan arus modernisasi dan globalisasi yang semakin kuat.

Fakta sejarah menunjukkan bahwa perkembangan surau sebagai lembaga pendidikan pada abad ke-19 laksana pesantren yang ada di tanah Jawa. Beberapa surau di masa itu bukan hanya tempat belajar membaca al-Qur'an saja, akan tetapi lebih dari itu, mereka juga mempelajari kitab-kitab kuning tentang fiqh, tauhid, termasuk gramatika bahasa Arab. Bahkan di antara surau yang menerapkan pelajaran seperti itu ada yang memiliki fasilitas lengkap. Verkerk Pistorious mengkategorikan surau ini sebagai surau besar. Surau besar atau lengkap ini berupa komplek bangunan yang terdiri dari masjid, bangunan-bangunan untuk tempat belajar, dan surau-surau kecil yang sekaligus menjadi pemondokan murid-murid yang belajar di surau. Prototype surau seperti ini adalah surau Ulakan yang didirikan Syekh Burhanuddin dan Surau Batuhampar, dekat Payakumbuh, yang dibangun Syekh 'Abdurrahman (1777-1889) dimana kompleks surau terdiri dari sekitar 30 bangunan, termasuk beberapa bangunan utama, seperti masjid, penginapan bagi pengunjung, surau kecil untuk murid, surau untuk suluk, dan Iain-lain.

Namun sayangnya surau tidak mampu survive seperti pesantren di tanah Jawa. Padahal, keberhasilan surau dalam melahirkan sejumlah tokoh muslim berpengaruh di masa itu tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, kerinduan akan peranan surau sebagai lembaga pendidikan Islam sering kali mengemuka dalam wacana "babaliak ka surau".

Mengembalikan fungsi surau persis sama seperti perkembangan awal adalah sesuatu yang mustahil. Pengaruh modernisasi dan semakin berkembangnya urbanisasi tidak memungkinkan lagi anak laki-laki tidur dan belajar di surau. Oleh karena itu, untuk mengimplementasikan gagasan "babaliak ka surau" akan lebih arif dilakukan dengan mengaktualisasikan nilai-nilai surau tersebut ke dalam lembaga pendidikan yang sudah ada, termasuk sekolah.

Perlu pula ditegaskan bahwa meskipun kehadiran madrasah di Minangkabau beralasan positif, di antaranya untuk menandingi sekolah-sekolah Belanda yang bercorak klasikal dan modern, namun awal kehadirannya turut menyebabkan surau mulai ditinggalkan dan kurang diminati masyarakat sebagai lembaga pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya, minat masyarakat pun semakin besar, tidak hanya kepada madrasah yang dianggap sebagai lembaga pendidikan Islam, akan tetapi sekolah pun menjadi lembaga pendidikan yang ramai diminati. Untuk itu, sekolah atau madrasah—baik tingkat dasar maupun menengah—yang ada di daerah Minangkabau sejatinya berupaya untuk melestarikan nilai-nilai surau sebagai lembaga pendidikan tersebut. Upaya ini dapat diwujudkan dalam bentuk "Pendidikan Berbasis Surau".

Selain itu, pentingnya sekolah berbasis surau juga relevan dengan spirit otonomi daerah yang menginginkan setiap daerah memiliki karakteristik tersendiri. Dengan karakter yang khas itu akan menjadikan daerah tersebut dikenal dan diteladani oleh daerah lain.

Adapun bentuk pelaksanaan sekolah berbasis surau tersebut, harus digagas oleh para ahli baik dari kalangan ulama, cendikiawan, tokoh adat, maupun dari masyarakat sendiri. Dalam tulisan ini, ada beberapa gagasan yang patut dipertimbangkan sebagai bentuk pelaksanaan sekolah berbasis surau tersebut. Pertama, menerapkan pendidikan al-Qur'an. Pendidikan al-Qur'an yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk mata pelajaran seperti Baca Tulis al-Qur'an, akan tetapi terwujud dalam pembinaan tahsin bagi yang telah mampu membaca, tilawah al-Qur'an bagi yang berbakat, hingga kepada tahfizh (paling tidak tahfizh juz 'Amma), serta tafsir al-Qur'an.

Tegasnya, setiap sekolah, khususnya di tingkat sekolah menengah (SMP/MTs, SMA/MA dan SMK) mesti ada lembaga atau kelompok kajian al-Qur'an yang berisi tentang kegiatan-kegiatan di atas. Diharapkan juga kajian ini dilakukan dengan pendekatan integrited tematik, antara ilmu agama dengan ilmu lainnya, terutama dengan sains dan sosiologi; sebab kajian ini akan menambah minat siswa. Karena tidak semua siswa mengikuti kegiatan ini, maka hasil kajian yang diperoleh dipublikasikan kepada siswa lain melalui MADING khusus tentang Kajian Islam, jika memungkinkan akan lebih baik melalui majalah sekolah.

Bentuk ini perlu dilakukan, sebab ciri utama dari surau sebagai lembaga pendidikan pada masa lampau adalah belajar membaca al-Qur'an. Oleh karena itu, jika sekolah ingin mengaktualisasikan pendidikan surau untuk masa kini, maka penerapan pendidikan al-Qur'an suatu keniscayaan. Selain itu, penerapan pendidikan al-Qur'an di sekolah umum juga mesti diprioritaskan, khususnya dengan lahirnya Perda Prop. Sumbar Nomor 3 tahun 2007 tentang Pendidikan al-Qur'an sebagai kurikulum muatan lokal. Melalui Perda ini, sekolah diharapkan memiliki dasar hukum yang lebih kuat untuk menerapkan gagasan ini.

Kedua, setiap sekolah/madrasah harus memiliki masjid/mushalla, paling tidak memanfaatkan masjid/mushalla masyarakat di sekitar sekolah. Perlu pula meningkatkan fungsi masjid/mushalla, tidak hanya sebagai tempat ibadah seperti shalat, tetapi bisa dilengkapi dengan alat-alat yang berkenaan dengan pembelajaran agama, sehingga mushalla/masjid bisa menjadi "labor" pembelajaran yang terkait dengan mata pelajaran PAI.

Ketiga, sekolah/madrasah harus melaksanakan pendidikan ibadah secara praktis, yang meliputi: Shalat fardhu secara berjamaah bagi siswa muslim. Sejarah pendidikan surau masa lampau menunjukkan bahwa dalam surau tersebut dilakukan pembinaan ibadah, khususnya shalat Maghrib, Isya, dan Shubuh, sebab surau lebih berfungsi ketika malam hari. Dalam konteks madrasah, maka pelaksanaan shalat berjamaah dilakukan sesuai dengan shift-nya, yang pagi shalat zhuhur, sedangkan yang siang/sore pada shalat Ashar. Bagi siswa yang melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler di sore hari, maka guru bersama siswa melaksanakan shalat Ashar secara berjamaah. Lalu Shalat dhuha. Siswa harus dimotivasi melaksanakan shalat dhuha ketika jam istirahat pertama. Paling tidak, setiap siswa diwajibkan oleh sekolah melaksanakan shalat dhuha sekali dalam seminggu. Dalam hal ini wali kelas membagi siswa ke dalam enam kelompok dimana masing-masing kelompok memilih salah satu hari (Senin s.d. Sabtu) sebagai jadwal melaksanakan shalat dhuha. Dengan demikian, setiap hari akan terdapat siswa melaksanakan shalat dhuha di masjid/mushalla sekolah.

Keempat, setiap sekolah/madrasah harus memiliki karakter Islam dalam satu bidang tertentu, dengan memprioritaskan pembinaan kegiatan keislaman, seperti tahfiz juz 'amma, qari' (tilawah), syahril qur'an, pidato Islami, seni Islami, kaligrafi al-Qur'an, Puisi Islami, ROHIS, dan sebagainya, yang turut mewarnai sekolah bersangkutan. Pembentukan karakter ini bisa dilakukan melalui program pengembangan diri atau ekstrakurikuler. Hal ini relevan dengan perkembangan surau masa lalu dalam sosial sejarah Islam di Minangkabau dimana beberapa surau terkenal di berbagai daerah memiliki ciri tersendiri. Seperti Surau Koto Tuo (Tuanku Nan Tuo) Agam yang memiliki distingsi dalam bidang tafsir; Surau Kotogadang yang terkenal sebagai pusat ilmu mantiq dan ma'ani; Surau Sumanik, tersohor kuat dalam tafsir dan fara'id; Surau Kamang, terkenal karena kuat dalam ilmu-ilmu bahasa Arab; Surau Talang, dan Surau Salayo, yang keduanya terkenal dalam bidang Nahu-Sharaf. Keseluruhan surau ini mencapai puncak kejayaannya dalam masa pra-Padri.

Kelima, setiap guru mesti meningkatkan perannya sebagai teladan bagi siswa. Keteladanan itu dapat dilakukan dengan kedisiplinan, sikap yang santun, terutama keterlibatan guru dalam melaksanakan shalat berjamaah.

Keenam, sekolah/madrasah sebaiknya memberikan reward kepada perilaku positif siswa. Madrasah tidak hanya mencatat kesalahan siswa; akan tetapi perlu disiapkan semacam dokumen/portofolio untuk merekam perilaku positif yang terukur, seperti turut melaksanakan shalat, datang paling cepat, prestasi intra atau ekstra kurikuler, mendapat tugas tertentu dalam kegiatan upacara bendera atau lainnya, menjadi utusan lomba, dan sebagainya. Reward ini bisa meningkatkan motivasi siswa untuk melakukan perbuatan yang positif.

Masih banyak bentuk lain yang berkenaan dengan nilai-nilai pendidikan surau untuk diterapkan dalam pelaksanaan sekolah berbasis surau. Beberapa gagasan dalam tulisan ini diharapkan dapat memberika inspirasi bagi kalangan akademisi dan praktisi pendidikan Islam untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Sumatera Barat, termasuk melalui sekolah, sehingga melahirkan generasi yang berilmu dan mampu melestarikan adat serta mengamalkan syari'at sesuai falsafah ABS-SBK. Insya Allah.

Baco Tokhus....

Sabtu, Juli 04, 2009

PERDA SUMBAR NO 3 THN 2007


PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 3 TAHUN 2007
TENTANG
PENDIDIKAN AL-QUR'AN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT
DAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT TENTANG PENDIDIKAN AL-QUR'AN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Propinsi Sumatera Barat;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi Sumatera Barat;
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Barat;
4. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat;
5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Propinsi Sumatera Barat;
6. Pendidikan al-Qur'an adalah upaya sistematis untuk menumbuhkan kemampuan membaca, menulis, memahami dan mengamalkan kandungan al-Qur'an;7. Pendidikan Nasional adalah sistem pendidikan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Perundang-undangan Negara;
8. Peserta Didik Pendidikan Al-Qur'an adalah warga masyarakat Sumatera Barat yang beragama Islam;
9. Tenaga Kependidikan Al-Qur'an adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an;
10. Tenaga pendidik Al-Qur'an adalah tenaga kependidikan Al-Qur'an yang secara profesional bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan bimbingan, dan pelatihan serta menilai hasil pembelajaran pendidikan Al-Qur'an;
11. Jalur pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan;
12. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan;
13. Jenis pendidian adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan;
14. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan;
15. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar dan pendidikan menengah;
16. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang oleh masyarakat;
17. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu;
18. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan selanjutnya disingkat KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan;
19. Penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an adalah Pemerintah dan masyarakat;
20. Departemen Agama adalah Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Sumatera Barat dan perangkatnya di seluruh Daerah Kabupaten/Kota se Sumatera Barat.

BAB II
MAKSUD, SASARAN DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan Al-Qur'an dimaksudkan sebagai upaya strategis dan sistematis dalamm membangun dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencerminkan ciri-ciri kualitas manusia seutuhnya, sebagai wujud percapaian cita-cita pendidikan nasional.

Pasal 3
Pendidikan Al-Qur'an bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, pandai baca tulis Al-Qur'an, berakhlak mulia, mengerti dan memahami serta mengamalkan kandungan Al-Qur'an.

Pasal 4
Sasaran Pendidikan Al-Qur'an adalah peserta didik yang beragama Islam pada semua jalur dan jenjang pendidikan.

Pasal 5
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat menyelenggarakan Pendidikan Al-Qur'an
(2) Penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dilakukan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.
(3) Penyelengaraan Pendidikan Al-Qur'an pada semua jenjang pendidikan formal merupakan bagian dari kurikulum pendidikan nasional yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi, Kabupaten/Kota.
(4) Penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an pada semuan jenjang pendidikan non formal diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 6
(1) Pendidikan Al-Qur'an adalah merupakan muatan lokal dan bagian dari struktur kurikulum pada semua jenjang pendidikan formal.
(2) Kurikulum Pendidikan Al-Qur'an pada jenjang pendidikan non formal disusun oleh masing-masing satuan pendidikan non formal dengan berpedoman kepada materi yang disusun dalam KTSP.
(3) Kurikulum muatan Pendidikan Al-Qur'an diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 7
(1) Penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an pada jalur pendidikan non formal, disetarakan dengan penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an melalui jalur pendidikan formal.
(2) Tata cara penyelenggaraan Pendidikan Al-Qur'an pada jalur pendidikan non formal, diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB IV
TENAGA KEPENDIDIKAN AL-QUR'AN
Pasal 8
(1) Tenada kependidikan Al-Qur'an bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses Pendidikan Al-Qur'an pada satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal maupun pada jalur pendidikan non formal.
(2) Tenaga pendidik Al-Qur'an merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan bimbingan, dan pelatihan serta menilai hasil pembelajaran Pendidikan Al-Qur'an.
(3) Tenaga pendidik Al-Qur'an dapat berasal dari guru agama Islam atau tenaga kependidikan yang khusus diangkat untuk melaksanakan Pendidikan Al-Qur'an.

Pasal 9
(1) Pengadaan Tenaga Kependidikan Al-Qur'an pada jalur pendidikan formal diselenggarakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan kepegawaian.
(2) Pengadaan Tenaga Kependidikan Al-Qur'an pada jalur pendidikan non formal diselenggarakan berdasarkan kebutuhan masing-masing penyelenggara pendidikan.
(3) Pengadaan Tenaga Kependidikan Al-Qur'an dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi atau Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.

BAB V
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN AL-QUR'AN
Pasal 10
(1) Setiap satuan pendidikan pada semua jalur dan jenjang pendidikan wajib menyediakan sarana dan prasarana pendidikan Al-Qur'an
(2) Ketentuan tentang penyediaan sarana dan prasarana pendidikan Al-Qur'an diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

BAB VI
EVALUASI DAN SERTIFIKASI PENDIDIKAN AL-QUR'AN
Pasal 11
(1) Untuk menentukan tingkat keberhasilan peserta didik, dilakukan evaluasi pendidikan Al-Qur'an berdasarkan teori teknik evaluasi
(2) Tingkat keberhasilan peserta didik dilakukan oleh satuan penyelenggara evaluasi pendidikan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.
(3) Tata cara pelaksanaan evaluasi pendidikan Al-Qur'an ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 12
(1) Peserta didik yang berhasil mengikuti pendidikan Al-Qur'an pada jalur pendidikan formal, dievaluasi sesuai dengan ketentuan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan (3).
(2) Peserta didik yang telah mengikuti pendidikan Al-Qur'an pada jalur pendidikan non formal, dievaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) dan (3) dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh satuan penyelenggara pendidikan tersebut.
(3) Sertifikasi pendidikan Al-Qur'an berbentuk sertifikat kompetensi yang dipergunakan untuk mengikuti jenjang pendidikan berikutnya atau untuk memenuhi persyaratan tertentu, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
(4) Tata cara pemberian sertifikat pendidikan Al-Qur'an diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 13
Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan jenjang pendidikan sebagai berikut:
a. Tamat sekolah dasar pandai membaca, menulis dan memahami ayat Al-Qur'an, mengenal tajwid dasar serta hafal 10 (sepuluh) surat juz 'Amma.
b. Tamat sekolah lanjutan tingkat pertama pandai membaca, menulis dan memahami ayat Al-Qur'an serta mengenal ilmu tajwid, irama dasar dan hafal 15 (lima belas) surat juz 'Amma dan ditambah beberapa ayat al-Qur'an lainnya.
c. Tamat sekolah lanjutan tingkat atas fasih membaca, menulis dan memahami ayat Al-Qur'an serta menéenla ilmu tajwid, irama dasar, hafal 20 (dua puluh) surat juz 'Amma dan ditambah beberapa ayat al-Qur'an lainnya.

Pasal 14
(1) Setiap anggota masyarakat yang akan melangsungkan pernikahan harus pandai membaca ayat al-Qur'an
(2) Ketentuan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB VII
PENDANAAN PENDIDIKAN AL-QUR'AN
Pasal 15
(1) Pendanaan pendidikan al-Qur'an merupakan tanggungjawab bersama antara Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan masyarakat.
(2) Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertanggungjawab menyediakan anggaran pendidikan Al-Qur'an sebagai bagian dari anggaran pendidikan nasional.
(3) Penyediaan anggaran pendidikan Al-Qur'an dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
(4) Ketentuan tentang pertanggungjawaban pendanaan pendidikan Al-Qur'an diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 16
Pemerintah Daerah Propinsi maupun Kabupaten/Kota melalui Dinas Pendidikan, Kantor Departemen Agama, Unit Kerja Terkait, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pendidikan al-Qur'an pada semua jalur dan jenjang pendidikan, baik formal maupun non formal.

Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah melaui Dinas Pendidikan, Kantor Departemen Agama, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan Al-Qur'an pada semua jalur dan jenjang pendidikan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
(3) Ketentuan tentang tata cara dan teknis pengawasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

BAB IX
S A N K S I
Pasal 18
(1) Bagi peserta didik tamatan SD dan SLTP yang akan melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan berikutnya, apabila tidak mampu membaca dan menulis ayat al-Qur'an sesuai dengan kompetensi dasar sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 13 dan/atau tidak memiliki sertifikat pandai membaca dan menulis ayat Al-Qur'an, maka yang bersangkutan tidak/belum dapat diterima pada jenjang pendidikan lanjutan tersebut.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah apabila yang bersangkutan yang diketahui oleh orang tua atau walinya menyatakan kesanggupannya untuk mengikuti program khusus belajar membaca dan menulis ayat Al-Qur'an, baik yang diadakan di sekolah tersebut maupun penyelenggara lainnya.
(3) Apabila sertifikat yang dikeluarkan berdasarkan rekomendasi dari sekolah dan pengawas pendidikan agama Islam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) ternyata mengandung kepalsuan, maka kepada yang mengeluarkan rekomendasi diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Apabila calon penganten belum dapat membaca ayat al-Qur'an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), maka proses pernikahannya ditunda sampai yang bersangkutan dapat memenuhi kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

BAB X
KETENTUAN UMUM
Pasal 19
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan dan/atau memberikan sertifikat yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda paling banyak Rp.30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah merupakan pelanggaran.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
(1) Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan Al-Qur'an, sebelum ditetapkan Peraturan Daerah ini tetap diakui.
(2) Sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan Al-Qur'an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diakui.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 22
Peraturan Daeran ini berlaku pada tanggal diundangkan, dan berlaku efektif Tahun 2008.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Sumatera Barat

Ditetapkan di Padang
pada tanggal, 15 Februari 2007


GUBERNUR SUMATERA BARAT


GAMAWAN FAUZI

Diundangkan di Padang
pada tanggal 15 Februari 2007
SEKRETARIS DAERAH

TTD

Drs. H. YOHANNES DAHLAN
Pembina Utama Madya
NIP. 410003662

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT
TAHUN 2007 NOMOR : 3

Baco Tokhus....